ABSTRACT
Learning
in school aims to enable students to discover a fact, a theory and even a
concept through the application of a method used in learning and can lead to a
memorable experience and difficult to forget by students. Thus, the teacher is
expected to apply the model of learning Role playing. Role Playing is a
learning method that invites students to be directly involved in learning,
mastery of learning materials based on the creativity and expression of
students in meluapkan imagination associated with the lesson material that he
dii without the limitations of words and motion, but not out of the teaching
materials. Research articles from this journal collection focuses on research
conducted at SMA Negeri 1 Wadaslintang. The focus will be studied is the result
of student learning by using observation sheet and post test result.
Keywords : Learning, Role Playing, teachers.
ABSTRAK
Pembelajaran disekolah bertujuan agar siswa dapat menemukan suatu
fakta, teori bahkan konsep melalui pengaplikasian suatu metode yang digunakan
dalam pembelajaran dan dapat menimbulkan suatu pengalaman yang berkesan dan
sulit dilupakan oleh siswa. Maka, pengajar diharapkan dapat menerapkan model
pembelajran Role playing. Role Playing merupakan suatu metode
pembelajaran yang mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran,
penguasaan bahan pelajaran berdasarkan pada kreatifitas serta ekspresi siswa
dalam meluapkan imajinasinya terkait dengan bahan pelajaran yang ia dalami
tanpa adanya keterbatasan kata dan gerak, namun tidak keluar dari bahan ajar. Penelitian
artikel dari kumpulan jurnal ini berfokus pada penelitian yang dilakukan di SMA
Negeri 1 Wadaslintang. Fokus yang akan diteliti adalah hasil belajar siswa
dengan menggunakan lembar pengamatan dan hasil nilai post test.
Kata Kunci :
Pembelajaran, Role Playing, pengajar.
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar,
melalui perencanaan yang telah tersusun dengan memperhatikan berbagai aspek,
guna mengembangkan berbagai macam potensi yang ada. Pendidikan dapat
berlangsung di sekolah, rumah, dan lingkungan masyarakat. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal telah menciptakan lingkungan yang kondusif dan
terencana demi terjadinya proses
pendidikan bagi siswa.
Sudah
menjadi tugas guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan
dengan menggunakan metode yang sesuai agar siswa mengalami suatu pembelajaran
yang berbobot guna menambah pengalaman belajarnya.
Pembelajaran disekolah bertujuan agar siswa dapat menemukan suatu
fakta, teori bahkan konsep melalui pengaplikasian suatu metode yang digunakan
dalam pembelajaran dan dapat menimbulkan suatu pengalaman yang berkesan dan
sulit dilupakan oleh siswa. Pengalaman langsung yang siswa alami dalam proses
belajar, menjadikan pembelajaran tersebut menjadi suatu hal yang menyenangkan,
dan pengalaman belajar yang diterima berkesan. Akan tetapi, pembelajaran yang terjadi
disekolah hanya membuat pengalaman belajar siswa kurang berkembang. Selain itu,
penggunaan metode konvensional lebih banyak diterapkan daripada penggunaan metode
yang membimbing siswa pada pengalaman belajar yang menyenangkan. Maka akibatnya
berdampak pada hasil belajar siswa yang belum mencapai kriteria tuntas. Hal ini
diakibatkan karena guru lebih memperhatikan hasil belajar ketimbang proses yang
dijalani siswa untuk mendapatkan hasil belajar. Karena hasil belajar yang baik
belum tentu dapat tercapai apabila proses untuk mendapatkannya diabaikan oleh
guru.
B. Kajian Pustaka
Belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh
pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu.
Belajar bukan menghafal dan bukan juga mengingat. Belajar adalah suatu proses
yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai
hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah lakunya. (Slavin dalam
Anni, 2007:2). Dalam hal ini, Peranan guru sangatlah penting dalam menumbuhkan
dan memberikan motivasi serta dorongan agar tercipta proses belajar mengajar
yang baik.
Menurut Randel, Morris, Wetzel, & Whitehill (1992), siswa
seharusnya tidak diharapkan untuk belajar untuk menangani kompleksitas
disekolah. Kecuali jika mereka memiliki kesempatan untuk melakukannya, dan penulis
studi saat ini percaya bahwa role-playing menyediakan sebuah kesempatan untuk
mengatasi kompleksitas semacam itu. Dalam sebuah penelitian dirancang untuk
membandingkan ceramah versus bermain peran dalam pelatihan dari penggunaan
penguatan positif, Adams, Tallon, & Rimell (1980) menemukan bahwa kinerja
staf yang dilatih ceramah stabil atau menurun setelah perbaikan awal sedangkan kinerja
staf yang dimainkan peran terus berlanjut memperbaiki.
Moore (2005) mengingatkan bahwa guru sering menggunakan
roleplaying untuk memfasilitasi keterlibatan dan interaksi peserta didik di
proses pengambilan keputusan. Svinicki & McKeachie (2011) melihat
keuntungan utama dari role-playing untuk menjadi siswa itu peserta aktif bukan
pengamat pasif dan oleh karena itu harus membuat keputusan, memecahkan masalah
dan bereaksi terhadap hasilnya. Dari keputusan mereka Dell'Olio & Donk
(2007) percaya bahwa roleplaying membantu siswa membuat pilihan otonom yang
bertanggung jawab karena menyediakan forum untuk mengeksplorasi berbagai cara bertindak
dan bereaksi dalam situasi tertentu. Semua hal ini tidak dapat dilakukan tanpa
adanya peran guru yang terjun langsung melakukan interaksi menggunakan metode
Role Playing.
Proses interaksi antara guru dan siswa dalam mengajar, bukan
saja merupakan proses yang berkesinambungan tetapi juga berlangsung dalam
rangka tujuan yang hendak dicapai bersama. Hasil belajar yang maksimal dapat
diupayakan melalui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Setiap kegiatan evaluasi pembelajaran harus
memperhatikan faktor isi pembelajaran dan proses pembelajaran (Purwanto
2009:12). Komponen dari isi pembelajaran antara lain; bahan ajar, situasi dan
lingkungan sekolah, serta kondisi guru dan pegawai. Sedangkan komponen dari
proses belajar antara lain; bagaimana cara guru mengajarkan (metode yang
digunakan), bagaimana cara murid belajar, dan lamanya waktu yang tersedia.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
dalam menerima pelajaran ekonomi menunjukkan gejala sebagai berikut; (1) siswa
pasif, (2) tidak memperhatikan penjelasan pendidik, (3) tidak antusias, (4)
ngobrol dengan teman, dan (5) kurangnya bertanya jika ada materi yang kurang
jelas atau kurang memahami materi. Gejala yang ditunjukkan oleh siswa tidak
terlepas dari cara guru mengajar yang masih didominasi dengan metode cerama,
bahan ajar yang hanya menggunakan LKS dan guru berorientasi kecukupan waktu
ajar tidak penguasaan materi oleh siswa. Suasana pembelajaran yang menyenangkan
harus diciptakan oleh guru agar kegiatan belajar mengajar lebih efektif
dan menyenangkan. Oleh karena itu perlu
disetting dimana siswa dapat merasakan secara langsung isi materi pembelajaran
yang tersaji dan menyelesaikan masalah dengan bimbingan guru.
Model pembelajaran bermain peran (role playing) merupakan
model pembelajaran yang menggabungkan penguasaan materi, bermain, pembelajaran
individu dan pembelajaran kelompok. Menurut Hadfield dalam silberman (2007:217)
bermain peran (Role playing) adalah sejenis permainan gerak yang
didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang, dalam role
playing murid dikondisikan pada
situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam
kelas. Penelitian lainya dilakukan oleh Kardoyo dan Hayuningtyas dalam Jurnal
Pend. Ekonomi vol 4 no 2 tahun 2009 dimana dengan menggunakan model
pembelajaran Role Playing pada mata pelajaran disekolah dapat
meningkatkan hasil belajar kognitif dan hasil belajar siswa.
Teknik role play dalam proses pembelajaran digunakan untuk
belajar
tentang pengenalan perasaan dan persoalan yang dihadapi siswa, dan untuk
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Teknik role play diarahkan
pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan siswa dan untuk memotivasi siswa agar lebih memperhatikan materi yang sedang diajarkan. Role play adalah simulasi tingkah laku dari orang yang diperankan, yang bertujuan untuk melatih siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya; melatih praktik berbahasa lisan secara intensif; dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Joyce dan Weil (2007: 70) menerangkan bahwa melalui teknik role play, siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menghargai diri sendiri dan perasaan orang lain, mereka dapat belajar perilaku yang baik untuk menangani situasi yang sulit, dan mereka dapat melatih kemampuan mereka dalam memecahkan masalah.
tentang pengenalan perasaan dan persoalan yang dihadapi siswa, dan untuk
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Teknik role play diarahkan
pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan siswa dan untuk memotivasi siswa agar lebih memperhatikan materi yang sedang diajarkan. Role play adalah simulasi tingkah laku dari orang yang diperankan, yang bertujuan untuk melatih siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya; melatih praktik berbahasa lisan secara intensif; dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Joyce dan Weil (2007: 70) menerangkan bahwa melalui teknik role play, siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menghargai diri sendiri dan perasaan orang lain, mereka dapat belajar perilaku yang baik untuk menangani situasi yang sulit, dan mereka dapat melatih kemampuan mereka dalam memecahkan masalah.
Arti role secara harfiah adalah peranan, dan play adalah
bermain. Bermain peran (role playing) merupakan salah satu dari
pengajaran berdasarkan pengalaman
(Hamalik, 2001). Karena melaui bermain peran anak mampu mengekspresikan
perasaannya tanpa adanya keterbatasan kata atau gerak. Role playing merupakan suatu metode pembelajaran yang mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran, penguasaan bahan pelajaran berdasarkan pada kreatifitas serta ekspresi siswa dalam meluapkan imajinasinya terkait dengan bahan pelajaran yang ia dalami tanpa adanya keterbatasan kata dan gerak, namun tidak keluar dari bahan ajar.
(Hamalik, 2001). Karena melaui bermain peran anak mampu mengekspresikan
perasaannya tanpa adanya keterbatasan kata atau gerak. Role playing merupakan suatu metode pembelajaran yang mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran, penguasaan bahan pelajaran berdasarkan pada kreatifitas serta ekspresi siswa dalam meluapkan imajinasinya terkait dengan bahan pelajaran yang ia dalami tanpa adanya keterbatasan kata dan gerak, namun tidak keluar dari bahan ajar.
Penerapan metode role palying memfasilitasi siswa untuk
belajar secara aktif melalui bermain peran. Dengan kelebihan yang dimiliki oleh
metode role playing, menimbulkan suasana yang baru serta memberikan
pengalaman belajar yang berbeda, sehingga membentuk siswa untuk berfikir lebih
kreatif dan aktif. Karena
penggunaan metode ini merupakan salah satu penerapan pengajaran berdasarkan
pengalaman. Manfaat dari pengaplikasian metode role playing yaitu siswa mampu
untuk mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain. Identifikasi tersebut memungkinkan cara untuk mengubah perilaku dan sikap siswa
sebagaimana siswa menerima setiap karakter yang diperankannya, Hamalik (2001, hlm. 214). Metode role playing memiliki kelebihan dalam penggunaananya.
penggunaan metode ini merupakan salah satu penerapan pengajaran berdasarkan
pengalaman. Manfaat dari pengaplikasian metode role playing yaitu siswa mampu
untuk mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain. Identifikasi tersebut memungkinkan cara untuk mengubah perilaku dan sikap siswa
sebagaimana siswa menerima setiap karakter yang diperankannya, Hamalik (2001, hlm. 214). Metode role playing memiliki kelebihan dalam penggunaananya.
Menurut Mansyur (Sagala, 2006) kelebihan dari metode role playing
yaitu, dengan penerapan metode role playing siswa dilatih untuk dapat
memahami,
mengingat bahan yang akan didramakan seputar materi ajar. Selanjutnya murid akan terbiasa untuk berkreasi, berinsiatif serta kreatif. Role playing dapat menuntun siswa untuk bekerja sama dalam kelompok. Memupuk rasa tanggung jawab akan tugas yang diterima.
mengingat bahan yang akan didramakan seputar materi ajar. Selanjutnya murid akan terbiasa untuk berkreasi, berinsiatif serta kreatif. Role playing dapat menuntun siswa untuk bekerja sama dalam kelompok. Memupuk rasa tanggung jawab akan tugas yang diterima.
Konsep penerapan metode role playing yang dilakukan pada
pemilihan materi atau topik tentunya yang dekat dengan kehidupan siswa.
Kemudian siswa bebas untuk mengekspresikan imajinasinya kedalam gerakan-gerakan
serta pengucapan kata-kata yang sesuai dengan peran yang dimainkannya. Dalam
memainkan perannyapun sesuai dengan gaya bahasa dan gaya belajar siswa asalkan
tidak keluar dari konteks yang telah ditetapkan oleh guru. Tahapan yang harus
dilakukan pada penerapan metode role playing menurut Shaftels (Sumaatmadja,
2007) yaitu penjelasan umum yaitu guru menjelaskan secara umum penggunaan
metode role playing serta materi yang akan diperankan, tahapan
selanjutnya yaitu memilih para pelaku untuk bermain peran, kemudian menentukan
pengamat (observer) yang bertugas untuk mengamati penampilan permainan
peran serta memberikan penilaian, selanjutnya menentukan jalan carita yang
dimainkan, tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan (main), diskusi dan penilaian
yang dilakukan observer, kelompok bermain peran memainkan peran ulang, kelompok
observer melakukan diskusi ulang, terakhir berbagi pengalaman dan kesimpulan.
Penggunaan metode role playing di sekolah menjadikan siswa
pribadi yang imajinatif, mempunyai minat luas, mandiri dalam berfikir, ingin
tahu, penuh energi dan percaya diri serta siswa mampu meningkatkan
kerjasamanya. Selain itu, siswa dapat melatih, memahami dan mengingat bahan
materi yang akan disampaikan atau didramakan sesuai denga gaya bahasa dan gaya
belajar siswa. Hal ini dikarenakan siswa belajar melalui pengalaman langsung,
khususnya pada materi hubungan mahluk hidup dengan lingkungannya. Siswa dapat
menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran sehingga kelak
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
C. Tahap Pelaksanaan Hasil Pengamatan
(Observasi) dan Evaluasi
Penelitian ini dilaksanakan melalui Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yang merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja
dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas. Zainal Aqib (2006:13) mengemukakan
bahwa “PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri,
melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya, sehingga
hasil belajar siswa meningkat.
PTK merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk
memperbaiki layanan kependidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks
pembelajaran dikelas dan peningkatan kualitas program sekolah secara
keseluruhan. Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk memecahkan
masalah-masalah pada pembelajaran tertentu di kelas tertentu, dengan
menggunakan metode ilmiah. PTK juga merupakan salah satu cara yang strategis
bagi guru untuk memperbaiki layanan kependidikan yang harus diselenggarakan
dalam konteks pembelajaran di kelas dan peningkatan kualitas program sekolah
secara keseluruhan.
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi
sumbangan pengetahuan, memberikan referensi mengenai salah satu penerapan model
pembelajaran bagi guru mata pelajaran. menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai
penelitian khususnya dengan penerapan model pembelajaran bermain peran (role
playing)
Rancangan penelitian ini mengacu pada rancangan
penelitian yang dilakukan oleh Kemmis dan Taggart yaitu model spiral (Aqib,
2006:22) yang mengandung empat komponen, yaitu perencanaan (planning), aksi/tindakan
(action), observasi (observation), dan efleksi (reflection), kemudian
perencanaan ulang. Jika hasil refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang
telah dilakukan, maka rencana tindakan yang dilaksanakan berikutnya tidak sekedar
mengulang dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Pelaksanaan penelitian ini
dilakukan dalam dua siklus siklus, setiap siklus terdiri dari satu tindakan.
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Wadaslintang. Fokus
yang akan diteliti adalah hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar
pengamatan dan hasil nilai post test. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah observasi, dokumentasi, angket dan tes. Instrumen tes di
validasi dengan pengujian SPSS. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
persentase.
Tabel
Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktifitas Siswa
No.
|
Kriteria
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
Jumlah Siswa
|
Persentase (%)
|
Jumlah Siswa
|
Persentase (%)
|
||
1.
|
Kurang Aktif
|
2
|
9,09%
|
0
|
0%
|
2.
|
Cukup Aktif
|
20
|
90,90%
|
0
|
0%
|
3.
|
Aktif
|
8
|
36,36%
|
14
|
63,63%
|
4.
|
Sangat Aktif
|
2
|
9,09%
|
8
|
36,36%
|
Persentase Respon Kelas
|
57,82%
|
78,9%
|
|||
Kriteria Respon Kelas
|
Cukup aktif
|
Aktif
|
Sumber
: Data diolah tahun 2012
Tabel
Tingkat Ketuntasan Hasil Post Test Siswa
Keterangan
|
Sebelum Siklus
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Siswa Tuntas
|
8
|
15
|
21
|
Siswa Tidak Tuntas
|
16
|
7
|
1
|
Nilai Rata-rata
|
58,16
|
72
|
84
|
Keuntungan Belajar Kelas
|
34%
|
68,18%
|
95,45%
|
Sumber
: data yang diolah tahun 2012
Tabel
4.12 Perbandingan respon siswa siklus I dan siklus II
No.
|
Kriteria
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
Jumlah Siswa
|
Persentase (%)
|
Jumlah Siswa
|
Persentase (%)
|
||
1.
|
Tidak Positif
|
1
|
4,54%
|
0
|
0%
|
2.
|
Netral
|
7
|
31,81%
|
0
|
0%
|
3.
|
Positif
|
12
|
54,54%
|
16
|
72,72%
|
4.
|
Sangat Positif
|
2
|
9,09%
|
6
|
27,27%
|
Persentase Respon Kelas
|
64,58%
|
77,56%
|
|||
Kriteria Respon Kelas
|
Positif
|
Positif
|
Sumber
: data yang diolah tahun 2012
Penelitian tindakan kelas dengan penerapan model pembelajaran
Bermain Peran (RolePlaying) ini
dilaksanakan pada bulan Mei 2012. Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan melalui tahapan siklus I dan siklus II, setiap siklus dilaksanakan
dalam 2 kali pertemuan dengan alokasi waktu 4 jam pelajaran, setiap jam
pelajaran terdiri dari 45 menit. Hasil penelitian ini terdiri atas hasil tes
dan non tes. Hasil tes berupa hasil belajar siswa pada salah satu mata
pelajaran pokok pembahasan permintaan dan penawaran uang melalui penerapan
model pembelajaran Bermain Peran (Role Playing). Rekap data aktifitas
belajar siswa pada siklus I dan siklus II diperoleh dari hasil pengamatan observer
di kelas X.2 disajikan pada tabel berikut: Persentase aktifitas siswa siklus II
sebesar 78,9% yang berarti lebih aktif dari 57,82% pada siklus I yang termasuk
dalam kriteria cukup aktif. Hal ini karena siswa masih belum mengerti bagaimana
proses pembelajaran menggunakan model role playing.
Banyak siswa yang masih belum mau mengungkapkan pendapatnya pada
saat guru meminta siswa untuk menanggapi jalannya proses bermain peran dan
bertanya isi materi, siswa cenderung pasif dan malu-malu dalam menjawab. Hal ini
berbeda dengan siklus II. Pada saat siklus II berlangsung, suasana kelas sudah
cukup kondusif. Siswa sudah menguasai materi dan paham dengan jalannya
pembelajaran role playing. Hal ini karena siswa sudah mulai mengerti
bagaimana alur pembelajaran role playing dan sudah siap untuk
menjalankannya. Post test dilaksanakan pada akhir pertemuan. Instrumen yang
digunakan berupa instrument tes yang terdiri dari 15 soal pilihan ganda,
berikut adalah rekap dari nilai post test siklus I dan siklus II: Berdasarkan
tabel diatas, persentase siswa tuntas siklus I sebesar 68,18% dan siklus II sebesar
94,45%. Tingkat ketuntasan kelas siklus I dikategorikan sebagai hasil
pembelajaran yang baik karena masih lebih dari 60% dan kurang dari 75%
(Djamarah dan Zain, 2006:107-108). Sedangkan, tingkat ketuntasan kelas siklus
II dikategorikan sebagai hasil pembelajaran optimal karena melampaui 76%
(Djamarah dan Zain, 2006:107-108), sehingga penggunaan model pembelajaran
bermain peran (role playing) dapat dinyatakan efektif.
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan; bahwa dengan
meningkatnya keaktifan siswa pada saat penerapan model pembelajaran bermain
peran (Role Playing) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X.2 di
SMA Negeri 1 Wadaslintang dalam pokok bahasan permintaan dan penawaran uang.
Respon/tanggapan siswa pada penerapan model pembelajaran Role playing di
SMA N 1 Wadaslintang menunjukan adanya respon positif yang ditunjukan oleh
siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Saran yang dapat peneliti berikan
terkait hasil penelitian antara lain sebagai berikut : Pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran role playing harus disesuaikan dengan
karakteristik materi yang ada, misalnya materi yang memerlukan adanya
pengembangan pemikiran, pengalaman dan diskusi. Penerapan model pembelajaran role
playing memerlukan penguasaan materi baik oleh pemain peran ataupun oleh
tim pengamat, disarankan siswa lebih banyak membaca materi agar proses
pembelajaran lebih aktif dan daya imajinasi lebih berkembang.
E. Daftar Pustaka
Nurhasanah, A.I, dkk. (2016) Penerapan
Metode Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Hubungan
Makhluk Hidup dengan Lingkungannya. Hal. 613
Hartari, T. dkk. (2012) Penerapan
Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) dalam Meningkatkan Hasil
Belajar Ekonomi. Hal. 3
Harun, C.A & Nadiroh, S. (2010) Role Play dalam Pembelajaran Speaking di Kelas III Sekolah Dasar. Hal.
4
Crow, M.L & Nelson, L.P (2013) The Effects of Using Academic Role-Playing in a Teacer Education
Service-Learning Course. Hal. 2
Mogra, I. (2012) Mogra :
Role Play in Teacher Educatio : Is There Still a Place For It.. Hal. 5
0 komentar:
Posting Komentar