Pages

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DISEKOLAH


ABSTRACT
Learning in school aims to enable students to discover a fact, a theory and even a concept through the application of a method used in learning and can lead to a memorable experience and difficult to forget by students. Thus, the teacher is expected to apply the model of learning Role playing. Role Playing is a learning method that invites students to be directly involved in learning, mastery of learning materials based on the creativity and expression of students in meluapkan imagination associated with the lesson material that he dii without the limitations of words and motion, but not out of the teaching materials. Research articles from this journal collection focuses on research conducted at SMA Negeri 1 Wadaslintang. The focus will be studied is the result of student learning by using observation sheet and post test result.
Keywords : Learning, Role Playing, teachers.

ABSTRAK
Pembelajaran disekolah bertujuan agar siswa dapat menemukan suatu fakta, teori bahkan konsep melalui pengaplikasian suatu metode yang digunakan dalam pembelajaran dan dapat menimbulkan suatu pengalaman yang berkesan dan sulit dilupakan oleh siswa. Maka, pengajar diharapkan dapat menerapkan model pembelajran Role playing. Role Playing merupakan suatu metode pembelajaran yang mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran, penguasaan bahan pelajaran berdasarkan pada kreatifitas serta ekspresi siswa dalam meluapkan imajinasinya terkait dengan bahan pelajaran yang ia dalami tanpa adanya keterbatasan kata dan gerak, namun tidak keluar dari bahan ajar. Penelitian artikel dari kumpulan jurnal ini berfokus pada penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Wadaslintang. Fokus yang akan diteliti adalah hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar pengamatan dan hasil nilai post test.
Kata Kunci : Pembelajaran, Role Playing, pengajar.






A.  Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, melalui perencanaan yang telah tersusun dengan memperhatikan berbagai aspek, guna mengembangkan berbagai macam potensi yang ada. Pendidikan dapat berlangsung di sekolah, rumah, dan lingkungan masyarakat. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal telah menciptakan lingkungan yang kondusif dan terencana  demi terjadinya proses pendidikan bagi siswa.
Sudah menjadi tugas guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan metode yang sesuai agar siswa mengalami suatu pembelajaran yang berbobot guna menambah pengalaman belajarnya.
Pembelajaran disekolah bertujuan agar siswa dapat menemukan suatu fakta, teori bahkan konsep melalui pengaplikasian suatu metode yang digunakan dalam pembelajaran dan dapat menimbulkan suatu pengalaman yang berkesan dan sulit dilupakan oleh siswa. Pengalaman langsung yang siswa alami dalam proses belajar, menjadikan pembelajaran tersebut menjadi suatu hal yang menyenangkan, dan pengalaman belajar yang diterima berkesan. Akan tetapi, pembelajaran yang terjadi disekolah hanya membuat pengalaman belajar siswa kurang berkembang. Selain itu, penggunaan metode konvensional lebih banyak diterapkan daripada penggunaan metode yang membimbing siswa pada pengalaman belajar yang menyenangkan. Maka akibatnya berdampak pada hasil belajar siswa yang belum mencapai kriteria tuntas. Hal ini diakibatkan karena guru lebih memperhatikan hasil belajar ketimbang proses yang dijalani siswa untuk mendapatkan hasil belajar. Karena hasil belajar yang baik belum tentu dapat tercapai apabila proses untuk mendapatkannya diabaikan oleh guru.

B.  Kajian Pustaka
Belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. Belajar bukan menghafal dan bukan juga mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah lakunya. (Slavin dalam Anni, 2007:2). Dalam hal ini, Peranan guru sangatlah penting dalam menumbuhkan dan memberikan motivasi serta dorongan agar tercipta proses belajar mengajar yang baik.
Menurut Randel, Morris, Wetzel, & Whitehill (1992), siswa seharusnya tidak diharapkan untuk belajar untuk menangani kompleksitas disekolah. Kecuali jika mereka memiliki kesempatan untuk melakukannya, dan penulis studi saat ini percaya bahwa role-playing menyediakan sebuah kesempatan untuk mengatasi kompleksitas semacam itu. Dalam sebuah penelitian dirancang untuk membandingkan ceramah versus bermain peran dalam pelatihan dari penggunaan penguatan positif, Adams, Tallon, & Rimell (1980) menemukan bahwa kinerja staf yang dilatih ceramah stabil atau menurun setelah perbaikan awal sedangkan kinerja staf yang dimainkan peran terus berlanjut memperbaiki.
Moore (2005) mengingatkan bahwa guru sering menggunakan roleplaying untuk memfasilitasi keterlibatan dan interaksi peserta didik di proses pengambilan keputusan. Svinicki & McKeachie (2011) melihat keuntungan utama dari role-playing untuk menjadi siswa itu peserta aktif bukan pengamat pasif dan oleh karena itu harus membuat keputusan, memecahkan masalah dan bereaksi terhadap hasilnya. Dari keputusan mereka Dell'Olio & Donk (2007) percaya bahwa roleplaying membantu siswa membuat pilihan otonom yang bertanggung jawab karena menyediakan forum untuk mengeksplorasi berbagai cara bertindak dan bereaksi dalam situasi tertentu. Semua hal ini tidak dapat dilakukan tanpa adanya peran guru yang terjun langsung melakukan interaksi menggunakan metode Role Playing.
Proses interaksi antara guru dan siswa dalam mengajar, bukan saja merupakan proses yang berkesinambungan tetapi juga berlangsung dalam rangka tujuan yang hendak dicapai bersama. Hasil belajar yang maksimal dapat diupayakan melalui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Setiap  kegiatan evaluasi pembelajaran harus memperhatikan faktor isi pembelajaran dan proses pembelajaran (Purwanto 2009:12). Komponen dari isi pembelajaran antara lain; bahan ajar, situasi dan lingkungan sekolah, serta kondisi guru dan pegawai. Sedangkan komponen dari proses belajar antara lain; bagaimana cara guru mengajarkan (metode yang digunakan), bagaimana cara murid belajar, dan lamanya waktu yang tersedia.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa dalam menerima pelajaran ekonomi menunjukkan gejala sebagai berikut; (1) siswa pasif, (2) tidak memperhatikan penjelasan pendidik, (3) tidak antusias, (4) ngobrol dengan teman, dan (5) kurangnya bertanya jika ada materi yang kurang jelas atau kurang memahami materi. Gejala yang ditunjukkan oleh siswa tidak terlepas dari cara guru mengajar yang masih didominasi dengan metode cerama, bahan ajar yang hanya menggunakan LKS dan guru berorientasi kecukupan waktu ajar tidak penguasaan materi oleh siswa. Suasana pembelajaran yang menyenangkan harus diciptakan oleh guru agar kegiatan belajar mengajar lebih efektif dan  menyenangkan. Oleh karena itu perlu disetting dimana siswa dapat merasakan secara langsung isi materi pembelajaran yang tersaji dan menyelesaikan masalah dengan bimbingan guru.
Model pembelajaran bermain peran (role playing) merupakan model pembelajaran yang menggabungkan penguasaan materi, bermain, pembelajaran individu dan pembelajaran kelompok. Menurut Hadfield dalam silberman (2007:217) bermain peran (Role playing) adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang, dalam role playing murid  dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Penelitian lainya dilakukan oleh Kardoyo dan Hayuningtyas dalam Jurnal Pend. Ekonomi vol 4 no 2 tahun 2009 dimana dengan menggunakan model pembelajaran Role Playing pada mata pelajaran disekolah dapat meningkatkan hasil belajar kognitif dan hasil belajar siswa.

Teknik role play dalam proses pembelajaran digunakan untuk belajar
tentang pengenalan perasaan dan persoalan yang dihadapi siswa, dan untuk
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Teknik role play diarahkan
pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan siswa dan untuk memotivasi siswa agar lebih memperhatikan materi yang sedang diajarkan. Role play adalah simulasi tingkah laku dari orang yang diperankan, yang bertujuan untuk melatih siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya; melatih praktik berbahasa lisan secara  intensif; dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Joyce dan Weil (2007: 70) menerangkan bahwa  melalui teknik role play, siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menghargai diri sendiri dan perasaan orang lain, mereka dapat belajar perilaku yang baik untuk menangani situasi yang sulit, dan mereka dapat melatih kemampuan mereka dalam memecahkan masalah.
Arti role secara harfiah adalah peranan, dan play adalah bermain. Bermain peran (role playing) merupakan salah satu dari pengajaran berdasarkan pengalaman
(Hamalik, 2001). Karena melaui bermain peran anak mampu mengekspresikan
perasaannya tanpa adanya keterbatasan kata atau gerak. Role playing merupakan suatu metode pembelajaran yang mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran, penguasaan bahan pelajaran berdasarkan pada kreatifitas serta ekspresi siswa dalam meluapkan imajinasinya terkait dengan bahan pelajaran yang ia dalami tanpa adanya keterbatasan kata dan gerak, namun tidak keluar dari bahan ajar.
Penerapan metode role palying memfasilitasi siswa untuk belajar secara aktif melalui bermain peran. Dengan kelebihan yang dimiliki oleh metode role playing, menimbulkan suasana yang baru serta memberikan pengalaman belajar yang berbeda, sehingga membentuk siswa untuk berfikir lebih kreatif dan aktif. Karena
penggunaan metode ini merupakan salah satu penerapan pengajaran berdasarkan
pengalaman. Manfaat dari pengaplikasian metode role playing yaitu siswa mampu
untuk mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain. Identifikasi tersebut memungkinkan cara untuk mengubah perilaku dan sikap siswa
sebagaimana siswa menerima setiap karakter yang diperankannya, Hamalik (2001, hlm. 214). Metode role playing memiliki kelebihan dalam penggunaananya.
Menurut Mansyur (Sagala, 2006) kelebihan dari metode role playing yaitu, dengan penerapan metode role playing siswa dilatih untuk dapat memahami,
mengingat bahan yang akan didramakan seputar materi ajar. Selanjutnya murid akan terbiasa untuk berkreasi, berinsiatif serta kreatif. Role playing dapat menuntun siswa untuk bekerja sama dalam kelompok. Memupuk rasa tanggung jawab akan tugas yang diterima.
Konsep penerapan metode role playing yang dilakukan pada pemilihan materi atau topik tentunya yang dekat dengan kehidupan siswa. Kemudian siswa bebas untuk mengekspresikan imajinasinya kedalam gerakan-gerakan serta pengucapan kata-kata yang sesuai dengan peran yang dimainkannya. Dalam memainkan perannyapun sesuai dengan gaya bahasa dan gaya belajar siswa asalkan tidak keluar dari konteks yang telah ditetapkan oleh guru. Tahapan yang harus dilakukan pada penerapan metode role playing menurut Shaftels (Sumaatmadja, 2007) yaitu penjelasan umum yaitu guru menjelaskan secara umum penggunaan metode role playing serta materi yang akan diperankan, tahapan selanjutnya yaitu memilih para pelaku untuk bermain peran, kemudian menentukan pengamat (observer) yang bertugas untuk mengamati penampilan permainan peran serta memberikan penilaian, selanjutnya menentukan jalan carita yang dimainkan, tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan (main), diskusi dan penilaian yang dilakukan observer, kelompok bermain peran memainkan peran ulang, kelompok observer melakukan diskusi ulang, terakhir berbagi pengalaman dan kesimpulan.
Penggunaan metode role playing di sekolah menjadikan siswa pribadi yang imajinatif, mempunyai minat luas, mandiri dalam berfikir, ingin tahu, penuh energi dan percaya diri serta siswa mampu meningkatkan kerjasamanya. Selain itu, siswa dapat melatih, memahami dan mengingat bahan materi yang akan disampaikan atau didramakan sesuai denga gaya bahasa dan gaya belajar siswa. Hal ini dikarenakan siswa belajar melalui pengalaman langsung, khususnya pada materi hubungan mahluk hidup dengan lingkungannya. Siswa dapat menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran sehingga kelak dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

C. Tahap Pelaksanaan Hasil Pengamatan (Observasi) dan Evaluasi
Penelitian ini dilaksanakan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas. Zainal Aqib (2006:13) mengemukakan bahwa “PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri, melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya, sehingga hasil belajar siswa meningkat.
PTK merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk memperbaiki layanan kependidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks pembelajaran dikelas dan peningkatan kualitas program sekolah secara keseluruhan. Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk memecahkan masalah-masalah pada pembelajaran tertentu di kelas tertentu, dengan menggunakan metode ilmiah. PTK juga merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk memperbaiki layanan kependidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks pembelajaran di kelas dan peningkatan kualitas program sekolah secara keseluruhan.
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan, memberikan referensi mengenai salah satu penerapan model pembelajaran bagi guru mata pelajaran. menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai penelitian khususnya dengan penerapan model pembelajaran bermain peran (role playing) Rancangan penelitian ini mengacu pada rancangan penelitian yang dilakukan oleh Kemmis dan Taggart yaitu model spiral (Aqib, 2006:22) yang mengandung empat komponen, yaitu perencanaan (planning), aksi/tindakan (action), observasi (observation), dan  efleksi (reflection), kemudian perencanaan ulang. Jika hasil refleksi menunjukkan  perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang telah dilakukan, maka rencana tindakan yang dilaksanakan berikutnya tidak sekedar mengulang dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam dua siklus siklus, setiap siklus terdiri dari satu tindakan.
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Wadaslintang. Fokus yang akan diteliti adalah hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar pengamatan dan hasil nilai post test. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, angket dan tes. Instrumen tes di validasi dengan pengujian SPSS. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif persentase.

Tabel Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktifitas Siswa
No.
Kriteria
Siklus I
Siklus II
Jumlah Siswa
Persentase (%)
Jumlah Siswa
Persentase (%)
1.
Kurang Aktif
2
9,09%
0
0%
2.
Cukup Aktif
20
90,90%
0
0%
3.
Aktif
8
36,36%
14
63,63%
4.
Sangat Aktif
2
9,09%
8
36,36%

Persentase Respon Kelas

57,82%

78,9%
Kriteria Respon Kelas
Cukup aktif
Aktif
Sumber : Data diolah tahun 2012

Tabel Tingkat Ketuntasan Hasil Post Test Siswa
Keterangan
Sebelum Siklus
Siklus I
Siklus II
Siswa Tuntas
8
15
21
Siswa Tidak Tuntas
16
7
1
Nilai Rata-rata
58,16
72
84
Keuntungan Belajar Kelas
34%
68,18%
95,45%
Sumber : data yang diolah tahun 2012

Tabel 4.12 Perbandingan respon siswa siklus I dan siklus II
No.
Kriteria
Siklus I
Siklus II
Jumlah Siswa
Persentase (%)
Jumlah Siswa
Persentase (%)
1.
Tidak Positif
1
4,54%
0
0%
2.
Netral
7
31,81%
0
0%
3.
Positif
12
54,54%
16
72,72%
4.
Sangat Positif
2
9,09%
6
27,27%

Persentase Respon Kelas

64,58%

77,56%
Kriteria Respon Kelas
Positif
Positif
Sumber : data yang diolah tahun 2012

Penelitian tindakan kelas dengan penerapan model pembelajaran Bermain Peran (RolePlaying) ini  dilaksanakan pada bulan Mei 2012. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui tahapan siklus I dan siklus II, setiap siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan alokasi waktu 4 jam pelajaran, setiap jam pelajaran terdiri dari 45 menit. Hasil penelitian ini terdiri atas hasil tes dan non tes. Hasil tes berupa hasil belajar siswa pada salah satu mata pelajaran pokok pembahasan permintaan dan penawaran uang melalui penerapan model pembelajaran Bermain Peran (Role Playing). Rekap data aktifitas belajar siswa pada siklus I dan siklus II diperoleh dari hasil pengamatan observer di kelas X.2 disajikan pada tabel berikut: Persentase aktifitas siswa siklus II sebesar 78,9% yang berarti lebih aktif dari 57,82% pada siklus I yang termasuk dalam kriteria cukup aktif. Hal ini karena siswa masih belum mengerti bagaimana proses pembelajaran menggunakan model role playing.
Banyak siswa yang masih belum mau mengungkapkan pendapatnya pada saat guru meminta siswa untuk menanggapi jalannya proses bermain peran dan bertanya isi materi, siswa cenderung pasif dan malu-malu dalam menjawab. Hal ini berbeda dengan siklus II. Pada saat siklus II berlangsung, suasana kelas sudah cukup kondusif. Siswa sudah menguasai materi dan paham dengan jalannya pembelajaran role playing. Hal ini karena siswa sudah mulai mengerti bagaimana alur pembelajaran role playing dan sudah siap untuk menjalankannya. Post test dilaksanakan pada akhir pertemuan. Instrumen yang digunakan berupa instrument tes yang terdiri dari 15 soal pilihan ganda, berikut adalah rekap dari nilai post test siklus I dan siklus II: Berdasarkan tabel diatas, persentase siswa tuntas siklus I sebesar 68,18% dan siklus II sebesar 94,45%. Tingkat ketuntasan kelas siklus I dikategorikan sebagai hasil pembelajaran yang baik karena masih lebih dari 60% dan kurang dari 75% (Djamarah dan Zain, 2006:107-108). Sedangkan, tingkat ketuntasan kelas siklus II dikategorikan sebagai hasil pembelajaran optimal karena melampaui 76% (Djamarah dan Zain, 2006:107-108), sehingga penggunaan model pembelajaran bermain peran (role playing) dapat dinyatakan efektif.

D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan; bahwa dengan meningkatnya keaktifan siswa pada saat penerapan model pembelajaran bermain peran (Role Playing) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X.2 di SMA Negeri 1 Wadaslintang dalam pokok bahasan permintaan dan penawaran uang. Respon/tanggapan siswa pada penerapan model pembelajaran Role playing di SMA N 1 Wadaslintang menunjukan adanya respon positif yang ditunjukan oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Saran yang dapat peneliti berikan terkait hasil penelitian antara lain sebagai berikut : Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran role playing harus disesuaikan dengan karakteristik materi yang ada, misalnya materi yang memerlukan adanya pengembangan pemikiran, pengalaman dan diskusi. Penerapan model pembelajaran role playing memerlukan penguasaan materi baik oleh pemain peran ataupun oleh tim pengamat, disarankan siswa lebih banyak membaca materi agar proses pembelajaran lebih aktif dan daya imajinasi lebih berkembang.

E. Daftar Pustaka
Nurhasanah, A.I, dkk. (2016) Penerapan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Hubungan Makhluk Hidup dengan Lingkungannya. Hal. 613
Hartari, T. dkk. (2012) Penerapan Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ekonomi. Hal. 3
Harun, C.A & Nadiroh, S. (2010) Role Play dalam Pembelajaran Speaking di Kelas III Sekolah Dasar. Hal. 4
Crow, M.L & Nelson, L.P (2013) The Effects of Using Academic Role-Playing in a Teacer Education Service-Learning Course. Hal. 2
Mogra, I. (2012) Mogra : Role Play in Teacher Educatio : Is There Still a Place For It.. Hal. 5

0 komentar:

Posting Komentar